Sikapbangsa indonesia yang baik untuk menghadapi masuknya budaya asing adalah ? a. bersikap menolak semua budaya asing yang baru. b. menutup diri serapat-rapatnya dengan pergaulan bangsa luar. c. membiarkan saja karena perubahan itu bersifat lumrah. d. mengikuti saja budaya asing tersebut memfilter kebudayaan asing yang buruk. Jawabannya Cara Umat Kristen Menyikapi Perkembangan IPTEKSikap Iman Kristen Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi1. Lihat Tujuannya2. Memuliakan Allah dengan IPTEKCara Umat Kristen Menyikapi Perkembangan – Sikap Kristen terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi memang membuat banyak hal menjadi lebih mudah. Mulai dari komunikasi, informasi, hingga mobilisasi. Semua bisa dilakukan secara cepat tana mungkin tanpda disadari perkembangan teknologi juga sudah merambah masuk ke dalam kehidupan gereja. Mulai dari lampu penerang, mic pengeras suara, hingga LCD yang digunakan untuk pujian merupakan beberapa adanya hal tersebut teknologi bisa memudahkan ibadah kita. Namun di sisi lain teknologi juga bisa membuat jemaat menjadi malas dan mudah meremehkan sesuatu. Misalnya dalam penggunaan Alkitab digital atau hal ini tak dilarang, namun kadang ketika ada notifikasi pesan masuk, jemaat tidak fokus pada ibadahnya. Dari ilustrasi singkat ini kita bisa mengabil kesimpulan bahwa ada dampak buruk yang bisa terjadi pada kehidupan agama jika kita tak bijak menyikapi seperti apa seharisnya sikap Kristen terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi? Di sini kami akan membahasnya sebagai lanjutan dari hubungan iman Kristen dengan pengetahuan dan Iman Kristen Terhadap Ilmu Pengetahuan dan TeknologiDi sini kami akan menjelaskan sikap Kristen yang baik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK. Simak pada uraian di bawah Lihat TujuannyaPertama kita harus melihat tujuanya di dalam Alkitab bagaimana Allah bicara tentang teknologi. Alkitab memang tidak bicara spesifik mengenai teknologi, namun ada yang menyebutkan bahwa Allah mendorong manusia untuk ketika Allah menyuruh Nuh membuat kapal yang akan menjadi tempat tinggalnya dan keluarga ketika Allah menurunkan air bah. Allah bahkan menentukan sendiri ukuran maupun bahan yang digunakan untuk pembuatan Allah memerintahkan Musa untuk membuat Kemah Suci. Dalam ayat tersebut dijelaskan juga Allah memberi petunjuk tentang dimensi, ruang, dan bahan yang diperlukan untuk mendirikan Kemah bisa melihat pada contoh itu bahwa Allah tak menghalangi manusia untuk mengembangkan teknologi. Bahkan ia menuntun manusia untuk berkembang dengan tujuan yang baik. Tapi berbeda jika motivasi berkembangnya tidak Alkitab dicritakan Allah memporak-porandakan Menara Babel. Bukan berarti Allah tidak setuju dengan menawa itu, namun Allah melihat motivasi untuk mencari nama dan ingin menyamai Allah pada orang yang ayat lain Allah menentang penggunaan bait suci yang tidak sesuai dengan fungsinya. Bukan berarti Allah menentang penggunaan Bait Suci, melainkan karena tujuannya adalah untuk bisa meyimpulkan bahwa sejak awal manusia diciptakan, manusia serupa dan segambar dengan Allah yang merupakan pencipta manusia. Jadi, Dia tak menghalangi kreasi manusia bila ingin memiliki karya untuk tujuan Memuliakan Allah dengan IPTEKAllah mendorong manusia untuk meningkatkan keahlian dan kemampuannya menciptakan sesuatu demi kemuliaan-Nya. Salah satunya adalah Bait Allah, namun bukan berarti kemampuan yanng kita perlu kembangkan berkaitan dengan gereja saja sebagai juga bisa memuliakan Allah dengan berkontribusi baik pada lingkungan sekolah, lingkungan sosial, maupun nasional. Jika kita menjadi teladan dan manfaat bagi oragng lain, hal itu buisa dibanggakan karena Allah yang memberikna Roh-Nya sehingga kita bisa menyelesaikan kita tarik kesimpulan bahwa iman Kristen memandang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah hal baik. Naun, bagaimana pengaruhnya pada manusia tergantung adri motivasinya memiliki tujuan baik atau kita tidak terperangkap dampak negatif teknologi, kita perlu hikmat Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai pedoman. Seperti yang dijelaskan dalam Alkitab bahwa untuk menambah ilmu, namun dengan pertimbangan. Untuk mengetahui cara memiliki sikap hidup yang KataSekian saja pembahasan lengkap dari kami mengenai sikap kristen terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara bersikap yang baik terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan menurut Cara Ibadat Sabda Tanpa ImamPengampunan Dosa dalam Agama KristenAyat Alkitab Tentang Mengasihi Musuh
Dilansirdari Ensiklopedia, Contoh sikap kita dalam menghadapi kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia adalahcontoh sikap kita dalam menghadapi kebudayaan luar yang masuk ke indonesia adalah lebih selektif yang baik kita tiru dan yang kurang baik tidak kita tiru. Penjelasan. Kenapa jawabanya bukan A. merayakan hari valentine?
Sponsors Link Kesaksian yang ada pada Alkitab dengan perihal yang terkait tentang kehadiran kekristenan di tengah kebudayaan manusia. Tanpa disadari bahwa kebudayaan sudah mengakar pada kehidupan kita, tergantung latar belakang kita, tempat kita berkembang, bagaimana kita dibesarkan dan banyak lainnya dan mengenal prinsip gereja terhadap politik. Maka dari itu adanya kebudayaan yang berkaitan dengan kehidupan beragama harus disingkronkan agar terwujud keselarasan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, diantaranya kebudayaan yang berkaitan dengan Iman Kristus sesuai dengan hukum kasih dalam Alkitab adalah Pandangan Hidup Pandangan hidup yang dimaksud disini adalah seperti melihat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam agamanya pasti akan memberikan pengaruh pada pandangan hidupnya sesuai dengan sejarah agama kristen. Sikap, tujuan, dan sistem nilai yang terjadi pda kehidupan seseorang akan dipengaruhi oleh pandangan hidupnya. Kenyataan ini yang menjadi tantangan yang cukup memberatkan untuk memberitakan Injil. Hal ini disebabkan oleh tidak mungkinnya manusia untuk meninggalkan pandangan hidupnya ang sudah bertahun-tahun sudah menjadi landasaran pemikiran dan sudah dihayati. Maka dari itu kedatangan Injil yang dianggap sebagai ancaman serius dalam hidupnya. Kesulitan yang terjadi ini hanya dapat ditebus oleh kuasa Roh Kudus yang hanya sanggup memulihkan pandangan hidup yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan iman yang dianugerahkan kepada Allah dalam Yesus Kristus dan menjadi tujuan hidup orang kristen. Apabila tidak diterapkan dalam kondisir seperti ini akan terlihat bahwa manusia akan selalu ada kecendrungan untuk inkulturisasi. Pola Hidup Pola hidup manusia merupakan suatu hal yang dipengaruhi oleh kebudayaan dimana dia hidup. Hal ini akan dilakuakan dengan cara keturunan turun-temurun sehingga akan lahirnya adat-istiadat. Pada umumnya adat-istiadat ini dijiwai dan akan berhubungan erat dengan agama yang akan dianut oleh masyarakatnya. Dalam hal pola hidup pun juga merupakan keadaan yang merupakan suatu hambatan untuk melakukan pelayanan Injil. Karena memang Injil dianggap sebagai ancaman yang dapat merubah pola hidup yang telah dimiliki oleh manusia selama hidupnya. Dengan adanya kecendurngan untuk memadukan adanya adat dan Injil seharusnya dapat diperhatikan dalam setiap pelayanan teruntuk mereka-mereka yang baru saja bertobat mengajarkan tentang manfaat berdoa bagi orang kristen. Kebudayan dapat menjadi upaya untuk memisahkan manusia dari sesamanya dan manusia dari Allahnya maka dengan ini sebaliknya adalah Injil yang akan mempersatukan kembali umatnya dngan Allah dan sesamanya Ef 213-18 . Seperti yang diketahui bahwa Injil bukanlah salah satu hasil dari kebudayaan. Injil akan memulihkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, maka dari itu Injil harus inkernasi dalam keadaan manusia. Hal ini juga ditunjukan pada bentuk-bentuk sejarah yang berupa tempat, yaitu Antiokhia Antiokhia merupakan kota yang menjadi pusat perdagangan yang berisi dnegan hiasan dan bangunan yang megah yang merupakan prestasi manusia modern dengan adanya kuil-kuil untuk pemujaan dewa. Pada titik inilah untuk pertama kalinya pengikut Kristus dapat disebut dengan sebutan orang Kristen, karena diantara jiwa penduduk di kota tersebut yang didiami oleh umat kafir, sekelompok kecil umat Kristiani menunjukan identitasnya sebagai manusia yang telah diperbaharui oleh Kristus Kis 1126. Korintus Korintus merupakan sebuah kota yang menjadi pusat kegiatan perdagangan dan sekaligus kota yang menjadi pusat pemuasan hawa nafsu seks. Dengan adanya Injil, lebih banyak orang percaya dan mengkuduskan kehidupannya dalam Kristus Yesus. Pada kenyataannya kebudayaan orang Korintus ini memang menjadi salah satu faktor yang menghambat terjadinya pertumbuhan iman jemaat. Athena Athena merupakan tempat yang tidak asing untuk diketahui, Athena merupakan kota dan pusat untuk kaum terpelajar yang memiliki penuh dengan berhala. Pada suatu saat Injil diberitakan untuk mendapat tantangan dari kaum intelektualnya. Tetapi pada faktanya yang terjadi adalah Injil malah melampaui akal budi manusia yang dapat dibuktikan dengan lahirnya jemaat di Athena Efensus Efensus juga merupakan kota yang terkenal dengan segala pemujaan kepada Dewi Atemis sehingga kehadiran Injil pada Efensus merupakan suatu ancaman yang besar bagi perkembangan kebudayaan yang dapat dirasakan oleh agama mereka. Kis 19, 25, 27. Namun berlawanan dengan Athena, Efensus lebih menolak Injil dengan kekerasan tetapi tanpa diduga hasil dari penginjilan di efensus lebih besar daripada penginjilan yang terjadi di Athena. Demikian penjelasan mengenai contoh kebudayaan yang sesuai dengan iman kristen. Dalam hal ini Injil selalu dihadapi dengan kelompok yang memiliki moral yang rendah, yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu dan kenikmatan hidup, kaum yang memiliki intelektual, kelompok berbudaya yang dijiwai agama asali, dan fanatisme agama. Hal yang terjadi dalam pertemuan Injil dan kebudayaan adalah dimana Injil akan bersifat untuk menempatkan kebudayaan sebagai sarana untuk menjadi pelayan untuk dapat melengkapi kebutuhan manusia untuk hidup dengan memuliakan Allah. Maka dengan melalui kebudayaan, manusia yang telah menerima adanya Injil akan dapat memancarkan nikmat dan hikmat Ilahi. Semoga bermanfaat dan terimakasih Tuhan memberkati. ContohSikap Cinta Terhadap Bangsa dan Tanah Air. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Umumnya ciri pertama yang dibawa oleh orang yang cinta damai adalah sikap yang penuh hukum kasih dalam Alkitab kepada seluruh sesamanya. sosial budaya yang tepat di Sepintas tentang H. Richard Niebuhr 1894-1962 adalah Teolog dan Etikus Kristen Amerika yang paling terkenal karena bukunya Christ and Culture Kristus dan Kebudayaan-1951 dan Radical Monotheism and Western Culture 1960.Niebuhr pernah mengajar selama beberapa dasawarsa di Sekolah Teologi Yale. Teologinya bersama teologi rekannya Hans Frei di Yale yang telah menjadi salah satu sumber utama dari teologi pasca-liberal yang kadang disebut sebagai aliran dalam cara pandang dan paradigma berpikir dengan stimulasi bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, dengan sesamanya, dengan komunitas-komunitas yang kedalamnya mereka terhisab, dalam korelasinya dengan agama Kristen yang menanggapi dunia dan yang paling terkenal adalah Christ and Culture. Buku ini sering dirujuk dalam diskusi, menjadi bahan mata kuliah di kampus teologi, bahkan respon kekristenan terhadap dunia sekitar. Berdasarkan buku ini, terbentang 5 sikap gereja terhadap dunia dan kebudayaan dalam konteks berteologi di Tanah Papua seagai berikut 1 RADIKALISASISecara mendasar Kristus menentang kebudayaan, Kristus dianggap berlawanan dengan Masyrakat terlebih khusus dalam kehidupan kebudayaan di Tanah Papua yang menyatakan sikap bahwa harus memilih Kristus atau kebudayaan dalam hal ini kepercayaan dalam agama suku, yang masih melekat erat dalam tatanan falsafah hidup di Papua yang masih dalam tegangan atau kesangsian karena memilih atau mulai mengikuti Kristus atau Kepercayaan agama suku. Pandangan dan sikap Kristus yang keras dapat menjauhkan kebudayaan yang terjadi di Tanah Papua dapat menyebabkan konfrontasi antara injil dan kebudayaan.2 AKOMODASISesuatu yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan. Budaya sebagai tempat bagi Kristus yang datang dan masuk dalam kehidupan masyarakat kepercayaan agama suku. Kristus milik kebudayaan, sikap ini memperlihatkan keselarasan antara Kristus dan kehidupan kebudayaan di Tanah Papua yang masih kafir saat itu, Yesus dilihat sebagai pahlawan yang menghadirkan hal-hal baik dalam sejarah masuknya injil dalam kebudayaan di Tanah Papua. Kendati pun demikian Kristus dianggap selaras dengan kebudayaan.3 BERPADUANMenjadi satu benar, atau luluh dan bercampur menjadi satu. Itulah kebudayaan menyatu dengan Kristus dalam kebudayaan masing-masing suku di Tanah Papua. Injil dapat menyesuaikan diri dengan dan dalam dalam pandangan lain sudah lama berpaduan itu di nanti, kemudian hari injil Yesus Kristus itu menyatu dengan kebudayaan. Dalam hal ini memiliki satu kasatuan pikiran atau kebudayaan memiliki pikiran yang sama dengan Kristus.4 DUALISKategori gramatika tata bahasa jumlah kata untuk menunjukan dua hal atau benda yang dipertentangkan dengan singularis tunggal dan pluralis jamak, yakni bahwa Yesus dan kebudayaan dalam paradoks pernyataan ini seolah-olah Yesus bertentangan atau berlawanan dengan pendapat kebudayaan, tetapi pada kenyataannya mengandung kebenaran antara kedua belah pihak. Kristus mati bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk kebudayaan maka kiranya jelas bertentangan namun memiliki relasi yang mengandung kebenaran.5 PEMBAHARUANProses, cara atau perbuatan membarui yakni cara berfikir masyarakat kebudayaan terhadap Kristus. Kristus membaharui kebudayaan dan sekali kebudayaan juga menjadi milik Tuhan posessio.Melalui kepemilikan terjadi proses antara pengembangan kebudayaan, terutama dalam kehidupan kebudayaan masyarakat di Tanah Papua. Dengan demikian melalui presensi Kristus memperbaiki atau memperbaharui agar supaya kebudayaan klasik menjadi lebih mutakhir. Pahamprimordialisme yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan sikap diskriminasi terhadap pihak lain yang mempunyai kebudayaan berbeda. Dengan begitu, mereka akan cenderung membeda-bedakan setiap orang yang berasal dari kelompok lain. Contohnya: Diskriminasi terhadap penduduk yang baru saja melakukan transmigrasi oleh penduduk lokal. 6.
Indonesia merupakan bangsa yang dikarunia Tuhan dengan kekayaan akan keragaman budayanya. Kekayaan khasanah budaya nusantara telah memikat dan menarik perhatian masyarakat mancanegara. Kekaguman mereka akan budaya nusantara membawa ketertarikan untuk mempelajari corak dan keragaman budaya bumi khatulistiwa ini. Budaya yang memikat dunia manca ternyata berbanding terbalik dengan di dalam negeri sendiri, di mana masyarakat Indonesia, tidak lagi menghargai dan melestarikannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan deskriptif untuk melihat bagaimana pandangan etika terhadap kebudayaan nusantara dan begaimana tanggung jawab etika teologi dalam menjaga kelestarian kebudayaan nusantara. Dalam tanggung jawabnya melestarikan budaya nusantara, maka etika teologi berperan terhadap adanya inkulturasi dan kontekstualisasi Injil dan Budaya. Injil harus dapat menerangi kebudayaan, sehingga dalam kontekstualisasi, konteks budaya harus diterangi oleh teks Alkitab. Injil lebih tinggi dari budaya, sehingga budaya nusantara yang netral dan tidak bertentangan dengan Injil harus dapat dilestarikan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 64 Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia ISSN 2722-8630 online Vol. 2, No. 1 2021 64–74 Etika Teologis Dalam Memandang Tanggung Jawab Kristen Terhadap Kelestarian Budaya Nusantara Candra Gunawan Marisi1, Didimus Sutanto B Prasetya2, Dewi Lidya S3, Rikson Situmorang4 1, 3, 4 Prodi PK AUD Sekolah Tinggi Teologi Real Batam 2Prodi PK AUD STAKPN Sentani Email candragun dimuss4jc dewilidyasidabutar30 riksonstm1611 Abstract Indonesia is a nation that is gifted by God with a wealth of cultural diversity. The richness of the archipelago's cultural treasures has captivated and attracted the attention of foreign people. Their admiration for the culture of the archipelago brought an interest in studying the patterns and diversity of this equatorial earth culture. The culture that attracts the foreign world turns out to be inversely proportional to that in their own country, where the Indonesian people no longer respect and preserve it. This research was conducted using qualitative with descriptive approach methods to see how the ethical view of the archipelago culture is and how the responsibility of theological ethics is in maintaining the preservation of the archipelago culture. In its responsibility to preserve the culture of the archipelago, theological ethics plays a role in the inculturation and contextualization of the Gospel and Culture. The gospel must be able to illuminate culture, so that in contextualization, context culture must be illuminated by the text Bible. The gospel is higher than culture, so the culture of the archipelago which is neutral and does not conflict with the Bible must be preserved. Key words Culture, Archipelago, Sustainability, Theological Ethics Abstrak Indonesia merupakan bangsa yang dikarunia Tuhan dengan kekayaan akan keragaman budayanya. Kekayaan khasanah budaya Nusantara telah memikat dan menarik perhatian masyarakat Mancanegara. Kekaguman mereka akan budaya Nusantara membawa ketertarikan untuk mempelajari corak dan keragaman budaya bumi khatulistiwa ini. Budaya yang memikat dunia manca ternyata berbanding terbalik dengan di dalam negeri sendiri, di mana masyarakat Indonesia kurang menghargai dan melestarikannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk melihat bagaimana pandangan etika terhadap kebudayaan Nusantara dan begaimana tanggung jawab etika teologi dalam menjaga kelestarian kebudayaan Nusantara. Dalam tanggung jawabnya melestarikan budaya nusantara, maka etika teologi berperan terhadap adanya inkulturasi dan kontekstualisasi Injil dan Budaya. Injil harus dapat menerangi kebudayaan, sehingga dalam kontekstualisasi, konteks budaya harus diterangi oleh teks Alkitab. Injil lebih tinggi dari budaya, sehingga budaya Nusantara yang netral dan tidak bertentangan dengan Injil harus dapat dilestarikan. Kata kunci Kebudayaan, Nusantara, Kelestarian, Etika Teologi. Pendahuluan Indonesia merupakan bangsa yang dikarunia Tuhan dengan kekayaan akan keragaman budayanya. Keragaman budaya yang membentang dari Sabang sampai Merauke adalah 65 kebudayaan Adiluhung warisan nenek moyang yang menjadi tradisi turun-temurun. Kekayaan khasanah budaya Nusantara telah memikat dan menarik perhatian masyarakat Mancanegara. Kekaguman mereka akan budaya Nusantara membawa ketertarikan untuk mempelajari corak dan keragaman budaya bumi khatulistiwa ini. Budaya yang memikat dunia manca ternyata berbanding terbalik dengan di dalam negeri sendiri, di mana masyarakat Indonesia, tidak lagi menghargai dan melestarikannya. Budaya Adiluhung diambang krisis, tergerus dengan modernisasi dan budaya asing yang digandrungi kaum muda. Cepat atau lambat, jika hal ini dibiarkan maka budaya Nusantara akan tergeser dan tergusur dari bumi Pertiwi. Kejayaannya hanya akan menjadi sebuah kenangan belaka. Bangsa yang kehilangan budayanya akan menjadi bangsa yang kehilangan jati diri, mengalami krisis identitas. Hal ini, tentu menjadi keprihatinan bersama dari semua lapisan masyarakat bangsa. Dalam hal ini, termasuk menjadi tanggung jawab masyarakat gereja. Alih-alih melestarikan budaya, tetapi justru sebaliknya. Kehadiran gereja di Nusantara justru diikuti dengan berkembangnya budaya Eropa, dan cenderung kebarat-baratan. Mulai dari tata ibadah, busana, musikalitas hingga ornamen-ornamen gereja sampai arsitektur bangunan gereja semua berbau Eropa. Perlahan-lahan mulai meninggalkan budaya asli Nusantara dan membentuk identitas baru, menjadi orang Nusantara rasa sejarah, budaya Nusantara dianggap budaya yang lahir dari penyembahan berhala, animisme, dinamisme bahkan paganisme sehingga dianggap bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan. Anggapan ini menjadikan budaya berlawanan dengan kekristenan dan harus ditinggalkan. Keengganan gereja untuk menerima budaya lokal mendapat tentangan dari orang lokal, sehingga hal ini menjadi kontra produktif bagi pemberitaan Injil. Hingga sejarah mencatat bahwa keberhasilan penginjilan di Nusantara adalah dimulai dari keberhasilan mengadopsi budaya lokal Nusantara. Sebagai contoh, kisah penginjilan di tanah Jawa oleh Paulus Tosari, Kyai Tunggul Wulung dan Kyai Sadrakh. Melakukan penginjilan kepada orang Jawa dengan pendekatan budaya Jawa, walaupun kemudian dituduh melakukan sinkritisme. Menurut Arie de Kuiper, bahaya sinkritisme selalu mengancam dalam upaya untuk menyesuaikan Injil dengan budaya, terlebih bila mengorbankan keaslian Injil demi keaslian budayanya. Hal ini yang mendasari Nommensen dalam membawa suku Batak mengenal Kristus. Nommensen tidak menentang adat Batak, tetapi menjadikannya sebagai jembatan bagi pemberitaan Injil di tanah Batak. Ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu 1 Adat yang netral; 2 Adat yang bertentangan dengan Injil; dan 3 Adat yang sesuai dengan Luni Tumanan, “Ibadah Kontemporer Sebuah Analisis Reflektif Terhadap Lahirnya Budaya Populer Dalam Gereja Masa Kini,” Jurnal Jaffray 13, no. 1 2015 35, John Chambers and Haskarlianus Pasang, Cara Pandang Kristen Bogor Langham, 2015. 169 Ezra Tari, “Bagaimana Kita Bisa Melawan Sinkritisme Di Dalam Misi Kita?” 2012 1–15. Kuiper Arie De, Missiologia Jakarta BPK Gunung Mulia, 2009. 91 Mangapul Sagala, Apakah Benar Adat Batak Bertentangan Dengan Injil? Makalah Seminar Sehari “Adat Batak Dan Injil” Jakarta Yayasan Gema Kyriasa, 2004. 66 Berdasarkan perihal tersebut, maka tidak semua budaya itu negatif dan bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan sehingga harus ditolak dan dihindari. Tetapi justru sebaliknya harus dapat dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus. Memang tidak dipungkiri ada budaya yang bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan, hal inilah yang seharusnya ditolak dan ditinggalkan. Hal ini menempatkan Etika teologi untuk dapat memandang kepada kebudayaan Nusantara yang netral dan tidak bertentangan dengan Injil untuk dapat dilestarikan. Dengan demikian, tanggung jawab kekristenan dalam melestarikan kebudayaan Nusantara adalah sebuah keniscayaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, pertama bagaimana peran etika teologi dalam memandang budaya Nusantara yang netral, bertentangan atau dapat diakomodasi serta dikuduskan. Kedua, bagaimana peran etika teologi dalam tanggung jawab kelestarian budaya Nusantara. Tujuan penelitian ini adalah, pertama menjelaskan peran etika teologi dalam memandang budaya Nusantara dan kedua, merumuskan peran etika teologi dalam tanggung jawab kelestarian budaya Nusantara. Metode Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, penulis mengumpulkan data-data dari berbagai sumber, yang kemudian dianalisa dan dikembangkan sebagai bagian analisa data. Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif, yakni menyelidiki literatur yang berkaitan dengan topik, termasuk menafsirkan ayat firman Tuhan yang berkaitan dengan topik untuk mendapatkan suatu data tentang peran etika teologi terhadap kelestarian budaya Nusantara. Hasil dan Pembahasan Peran Etika Teologi Dalam Memandang Kebudayaan Nusantara Istilah etika teologi tidak bisa dipisahkan dari etika secara umum, di mana dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Etika teologis merupakan etika yang erat kaitannya dengan agama dan berisikan tentang unsur etika umum dan dapat umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis, dalam hal ini yang bersumber dari adalah salah satu negara yang dianugerahi Tuhan dengan kekayaan budaya yang beragam. Ragam budaya dari setiap suku membentuk adat kebiasaan yang diwariskan turun-temurun dalam kurun waktu berabad-abad tahun lampau lamanya itulah yang dimaksud dengan budaya Nusantara. Secara etimologi asal kata, kebudayaan berasal dari kata Sonny Eli Zaluchu, “Strategi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian Agama,” Evangelikal 4, no. 1 2020 28–38. Ibid. Johannes Verkuyl, Etika Kristen Dan Kebudayaan, 2nd ed. Jakarta Badan Penerbit Kristen, 1996. 13-14 Paul L Lehman, Ethics in a Christian Context New York Harper & Row Publisher, 1963. 25 67 “buddhayah” bahasa Sansekerta. Kata jamak “buddhi”, yang berarti budi atau akal dan kata “dayah” berarti kemampuan. Kebudayaan berarti, hal-hal yang berkaitan dengan hasil pemikiran atau berakal. Menurut Verkuyl, kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh akal manusia, yang berhubungan erat dengan pengerjaan atau pengelolaan kemungkinan-kemungkinan dalam alam penciptaan oleh manusia dalam lingkup mengatakan bahwa kebudayaan, sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup dan kebiasaan manusia secara utuh, meliputi cara berpikir, dan mengisi kehidupan dengan melakukan yang dipikirkannya itu, dengan tujuan untuk menata, memelihara serta mempertahankan kehidupannya di dalam konteks di mana ia berada. Sementara Sarinah menyatakan bahwa kebudayaan merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama suatu kelompok orang yang diwariskan turun-temurun. Setiap kebudayaan terdapat makna, tujuan dan pesan tersendiri yang ingin disampaikan. Oleh karenanya memerlukan suatu keahlian dalam menginterpretasikan kebudayaan untuk membangun suatu pengertian, pemahaman dan penerimaan suatu kebudayaan itu dibedakan ke dalam tiga bentuk, menurut Hoenigman, yaitu gagasan, aktivitas dan artefak. Di mana gagasan merupakan wujud kebudayaan yang terdiri dari ide, nilai atau norma peraturan dalam adat-istiadat. Aktivitas merupakan wujud kebudayaan yang tampak dalam tindakan manusia dalam berinteraksi, bergaul dengan manusia yang lain berdasarkan pola-pola tertentu tingkah laku yang di dasarkan atas adat kebiasaan mereka. sedang artefak adalah wujud kebudayaan berupa benda dan semua karya manusia yang dapat dilihat, diraba dan didokumentasikan. Dasar Alkitabiah Kebudayaan Kebudayaan sebagai hasil karya cipta manusia menunjukkan bahwa hal ini tidak bisa dipisahkan dari awal terciptanya manusia itu sendiri. Dengan kata lain, kebudayaan manusia itu terbentuk sejak penciptaan. Namun, penciptaan dan kebudayaan tidak bisa disamakan karena penciptaan adalah apa yang Allah karyakan, bersumber dari Pribadi Allah, sedangkan kebudayaan adalah apa yang manusia karyakan, bersumber dari manusia yang merupakan hasil ciptaan Allah. Hal ini membuktikan bahwa Alkitab itu melampaui dari segala macam bentuk kebudayaan manapun. Sebagai implikasinya adalah bahwa segala sesuatu harus mengacu dan diuji berdasarkan standar Alkitab. Dengan demikian, dasar kebudayaan harus dilihat berdasarkan dasar Alkitabiahnya. Kej. 1 28; 215 telah membuktikan bahwa cikal Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta Rineka Cipta, 2009. 181 Verkuyl, Etika Kristen Dan Kebudayaan. 13-14 Yakub Tomatala, Antropologi; Dasar Pendekatan Pelayanan Lintas Budaya Jakarta YT Leadership Foundation, 2007. 17. Sarinah, Ilmu Budaya Dasar Sleman CV Budi Utama, 2019. 11. Harold Netland, Encountering Religious Pluralism The Challenge to Christian Faith Mission Downers Grove IVP Acadamic, 2001. 57. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. John M Frame, “Kekristenan Dan Kebudayaan Bagian 1,” Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan 6, no. 1 2005 1–27. 68 bakal kebudayaan adalah diciptakannya manusia. Dengan demikian, di mana ada manusia di situ ada diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, hal ini berimplikasi bahwa manusia memiliki konskuensi antara lain 1 Secara aspek rohani akan mampu mengenali suatu wilayah agama atau kepercayaan. Melalui natur ini, manusia akan mampu mengenali sifat-sifat atau hal-hal yang supra-natural. 2 Aspek etika-moralitas, manusia akan mengerti suatu wilayah kebudayaan atau adat-istiadat. Hal ini seharusnya membawa manusia mengerti bagaimana bersikap, bertutur dan bersantun. 3 Aspek hukum, manusia akan mencari dan menemukan keadilan dalam prilakunya. Di sini manusia dituntut suatu pertanggung jawaban dalam berprilaku. Di mana ada sifat keadilan Allah yang ditanam dalam hati manusia, sehingga ada konsekuensi-konsekuensi dari setiap prilaku yang dilakukannya, oleh karenanya manusia dituntut untuk berpikir dan berhati-hati atas setiap tindakan yang akan dilakukannya. 4 Aspek rasio, akan membawa manusia mengenal pendidikan dan pengembangan diri. Ada kecenderungan untuk selalu melakukan aktivitas rasionalisasi dan akan selalu mencari yang dirasakan lebih baik daripada yang Kebudayaan Penempatan manusia di taman Eden oleh Allah adalah untuk mengusahakan dan memelihara taman itu, selain untuk beranak cucu dan memenuhi bumi. Hal ini dapat dipahami bahwa berkebudayaan adalah suatu mandat atau perintah agar manusia dapat memenuhi, menaklukkan, menguasai, mengerjakan mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan Allah. Kebudayaan adalah perintah Allah untuk beranak cucu, bertambah banyak dan untuk berkuasa atau mengelola ciptaan Tuhan yang lainnya. Tuhan memberikan perintah kepada manusia untuk mengusahakan budaya yang seharusnya bagi kemuliaan Tuhan. Namun kejatuhan manusia dalam dosa merupakan bukti pemberontakan manusia kepada Allah. Manusia lebih mengikuti kehendaknya sendiri, hal ini menunjukkan bahwa manusia justru takluk dan tunduk serta dikuasai oleh kebudayaan-kebudayaan tertentu. Manusia lebih taat kepada produk kebudayaan dari pada larangan atau perintah Allah sendiri. Mandat budaya menempatkan manusia sebagai satu-satunya ciptaan Allah yang diberi kemampuan berbudaya melalui akal pikirannya. Allah menciptakan alam dan manusia. Sehingga manusia pun seturut teladan Allah mencipta dengan mendayagunakan alam ciptaan-Nya dengan setiap potensi yang telah Allah berikan untuk masing-masing individu. Setiap yang dikerjakan manusia tidak terlepas dari pengaruh budaya yang telah dia ketahui dan warisi. Sehingga hal ini akan berdampak kepada kebudayaan selanjutnya, baik itu dengan menerima, menentang, mengkoreksi bahkan mengembangkan budaya sebelumnya. Budaya Lotnatigor Sihombing, “Tanggung Jawab Gereja Dalam Mewujudnyatakan Karya Kristus Di Sektor Kebudayaan,” Amanat Agung 7, no. 2 2011 257–288. Sundoro Tanuwidjaja and Samuel Udau, “Iman Kristen Dan Kebudayaan,” Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia 1, no. 1 2020 1–14. Ibid. 69 yang ditanamkan dan diajarkan turun-temurun dari generasi satu ke generasi berikutnya memberikan suatu identitas pengenalan diri yang melekat dalam diri manusia itu sendiri. Sayangnya, tidak ada satu kebudayaan pun yang membawa manusia mengenali dirinya sebagai gambar dan peta Allah sejati dalam hidupnya. Sehingga kebudayaan pun membawa kepada kebuntuan di dalam pengenalan akan diri yang sejati. Mandat budaya hanya dapat dilakukan dengan wahyu Allah. Hal ini jika tidak berhati-hati justru akan membawa pada pelestarian dosa di dalam kebudayaan yang melawan wahyu kebenaran Tuhan. Oleh karenanya, mandat budaya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sudah mengenal Tuhan karena menjalankan mandat budaya itu berarti menjalankan rencana Allah sesuai dengan desain yang direncanakan-Nya semula. Kebudayaan yang manusia berdosa kerjakan pada akhirnya akan menggantikan posisi Allah dengan hal lain. Di dalam penciptaan yang Allah kerjakan, Allah memiliki tujuan, desain, suatu keteraturan, suatu kesinambungan dan mengandung kebijaksanaan. Tujuan penciptaan Allah adalah untuk menggambarkan kemuliaan Allah. Manusia di dalam kebudayaannya pun memiliki tujuan, pemikiran dan maksud di belakang yang mendasari setiap penampakkan yang terlihat dari setiap kebudayaannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan mandat budaya tersebut dibutuhkan perspektif atau pandangan etika teologis, dalam hal ini tentunya teologi kristen. Bagaimana pandangan etika kristen terhadap suatu kebudayaan atau kebudayaan yang ada di Indonesia, yaitu kebudayaan Nusantara? Perspektif Etika Kristen Tentang Kebudayaan Nusantara Etika kristen merupakan cabang ilmu teologi yang membahas masalah tentang apa yang baik Ethos, bahasa Yunani, yang berarti kebiasaan atau adat dari sudut pandang kekristenan. Standar moral yang digunakan dalam moral kristen adalah kehendak Allah yang terdapat dalam Alkitab. Tuhan memberikan perintah kepada manusia untuk berbudaya dalam kelestarian manusia dan ciptaan yang lainnya Pada dasarnya kebudayaan harus berdasarkan kepada suatu tatanan kehidupan yang membawa dan mengarahkan manusia kepada pengenalan akan Tuhan dan mengasihi Tuhan. Oleh karenanya, segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah adalah yang baik. Sehingga dalam kaitannya dengan hal ini adalah apakah kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan yang mengajarkan moral baik, yaitu moral yang sesuai dengan kehendak Allah. Maka, secara sederhananya adalah bila moral baik atau nilai-nilai atau norma dari suatu kebudayaan itu tidak bertentangan dengan kehendak Allah maka hal itu bisa diterima. Peran Etika Teologi Dalam Tanggung jawab Kelestarian Kebudayaan Nusantara Tanggung jawab kelestarian budaya Nusantara seharusnya menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa. Alih-alih merawat dan melestarikan kebudayaan Nusantara, acapkali banyak pihak justru cuek dan mengabaikannya. Kebudayaan dipertentangkan dengan Frame, “Kekristenan Dan Kebudayaan Bagian 1.” 70 kemajuan zaman dan akidah agama, hal ini menjadikan kebudayaan Nusantara mulai ditinggalkan. Setidaknya terdapat dua kelompok yang kontra terhadap kebudayaan Nusantara, yaitu 1 Kelompok modernis, di mana kelompok ini tergila-gila dengan modernitas kemodernan atau kekinian dan kemajuan. Kebudayaan Nusantara dianggap tradisional jadul, usang, kuno, tua dan ketinggalan jaman. 2 Kelompok agamis, baik kelompok islamis dan termasuk kelompok kristen puritan-reformis, di mana kelompok ini adalah kelompok fanatikus agama atau kaum reformis-puritan yang mengidealkan kemurnian ajaran akidah, kesempurnaan praktik doktrin dan ajaran yang bersih dan murni dari unsur-unsur lokal. Ironisnya mereka menolak budaya lokal, tetapi secara tidak disadari mereka membawa budaya baru asing yang dibungkus dalam bungkus rohani agama. Menjadi kearab-araban atau pun kebarat-baratan, terlalu Eropa bahkan keyahudi-yahudian. Sukarno, Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia dan Presiden pertama Indonesia pernah menekankan pentingnya jati diri bangsa, yang berkepribadian kebudayaan Nusantara. Hal ini jangan terkikis oleh budaya luar, termasuk dalam hal keagamaan. Sukarno menegaskan jika beragama Hindu jangan jadi orang India berbudaya India, beragama Islam jangan jadi orang Arab berbudaya Arab dan beragama Kristen jangan jadi orang Yahudi berbudaya Yahudi, tetapi harus tetap menjadi orang Indonesia yang berbudaya Kristen Terhadap Kelestarian Kebudayaan Pandangan Kristen tentang kebudayaan sangat beragam, seperti halnya yang dipaparkan oleh Niebuhr, di mana terdapat lima tipologi pendekatan orang kristen terhadap kebudayaan, yaitu 1 Christ Againts Culture, menganggap bahwa pada dasarnya kebudayaan manusia adalah buruk, penuh dosa dan jahat sehingga bertentangan dengan iman kristen, 2 Christ of Culture, melihat bahwa pada dasarnya kebudayaan adalah baik dan dapat menemukan Kristus sebagai pahlawan dari sejarah kebudayaan, nilai dan kehidupan budaya mereka, 3 Chirst Above Culture, berpandangan bahwa sebagian kebudayaan pada dasarnya adalah baik sehingga dapat disintesakan dengan iman kristen, 4 Christ and Culture in Paradox, beranggapan bahwa kebudayaan itu buruk, penuh dosa dan jahat sehingga orang kristen berada pada ketaatan yang bertentangan antara iman kristen dan kebudayaan, 5 Christ, Transformer of Culture, menganggap bahwa pada dasarnya kebudayaan adalah baik, namun karena manusia jatuh dalam dosa, maka kebudayaan perlu ditebus, dikuduskan, direstorasi agar dapat diubah untuk kemuliaan secara sederhana, Nommensen berkaitan dengan pandangannya terhadap budaya atau adat, ia mengklasifikasikannya ke dalam tiga kategori, yaitu 1 Adat yang netral; 2 Adat yang bertentangan dengan Injil; dan 3 Adat yang sesuai dengan Injil. Hal ini berarti bahwa ada adat atau budaya yang berlawanan dengan iman kristen dan ada budaya “Https// BBC. H. R. Niebuhr, Kristus Dan Kebudayaan Jakarta Petra Jaya, 1995. 44-49 Sagala, Apakah Benar Adat Batak Bertentangan Dengan Injil? Makalah Seminar Sehari “Adat Batak Dan Injil.” 71 yang tidak bertentangan dengan iman kristen. Karena kejatuhan manusia ke dalam dosa Roma 323, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia atau kecenderungan manusia adalah berbuat kejahatan semata-mata kejadian 65. Bagaimana untuk dapat menilai suatu budaya berlawanan atau tidak dengan iman kristen dibutuhkan perspektif atau pandangan etika teologis, dalam hal ini tentunya teologi kristen. Bagaimana pandangan etika kristen terhadap suatu tanggung jawab kelestarian kebudayaan atau kebudayaan yang ada di Indonesia, yaitu kebudayaan nusantara. Perspektif Etika Teologi Terhadap Tanggung Jawab Kelestarian Kebudayaan Nusantara Tanggung jawab kelestarian kebudayaan adalah tanggung jawab bersama, termasuk umat kristiani sebagai warga negara. Di mana gereja hadir di dalam masyarakat multi-kultur majemuk, pluralis. Bagaimana gereja harus bersikap terhadap kebudayaan akan sangat berdampak pada kelangsungan atau kelestarian budaya nusantara. Bagaimana dalam melaksanakan iman kristianinya sekaligus sebagai warga negara melaksanakan kebudayaannya tidak bertentangan paradoks. Langkah apa saja yang gereja perlu ambil agar tetap bisa eksis dalam budaya-budaya lokal yang berbhinneka dan terus berubah tanpa merusak atau menghancurkan budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sama membawa pembaharuan dan perubahan sehingga Injil dapat diberitakan dan dilaksanakan dapat meyelamatkan baik orang Yahudi maupun orang Yunani Roma 1 16 dengan konteks budayanya. Di sinilah peran etika teologis untuk dapat melihat dan menempatkan diri pada batasan-batasan yang jelas antara Injil dan Kebudayaan itu sendiri. Menurut Lukito, tidak ada injil yang bebas dari kebudayaan. Menurutnya, yang terpenting adalah bukan bagaimana injil menaklukkan kebudayaan tetapi bagaimana hubungan antara injil dan kebudayaan itu. Ia menyatakan bahwa hubungan Injil dan kebudayaan itu sama halnya hubungan antara teks dan konteks. Injil merupakan teks yang harus ditafsirkan artinya, sementara kebudayaan juga merupakan konteks yang memerlukan suatu gereja menanamkan Injil dalam budaya masyarakat, oleh umat Katholik dikenal dengan istilah inkulturasi, yakni menurut Soenarjo 1977 adalah suatu usaha masuk dalam kultur suatu alam budaya atau membudaya agar kehidupan kristiani tidak merupakan gejala asing di tengah alam budaya itu. Kaum Protestan lebih menyukai istilah kontekstualisasi, yakni upaya untuk memahami iman kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya tradisional maupun budaya modern Bevans, 2002. Kedua istilah ini memiliki tujuan yang sama, yaitu usaha untuk menginkarnasikan Injil ke dalam budaya masyarakat di mana Injil itu diberitakan sehingga Injil dalam seluruh ikutannya, baik bahasa, berlambang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam, bergaya, berseni, berpuisi, berteologi, berperasaan, dst. Lukito, The Undending Dialogue of Gospel and Culture” Dalam Struging in Hope A Tribute the Rev. Dr. Eka Darmaputra, ed. Ferdinand Suleeman, Adji Ageng Sutama, and A Rajendra Jakarta BPK Gunung Mulia, 2011. 227 Ebenhaizer Nuban Timo, “Gereja Dan Budaya-Budaya,” Penuntun Jurnal Teologi dan Gereja 14, no. 25 2013 57–70. Ibid. 72 menjelma dalam wajah budaya tersebut. Lebih lanjut Timo menekankan perihal pentingnya dua aksen dalam kontekstualisasi dan inkulturasi, yaitu 1 sungguh-sungguh mempertahankan nilai-nilai budaya dan 2 sungguh-sungguh mengkritisi nilai-nilai itu. Pengintegrasian Injil ke dalam suatu budaya demi kelestarian suatu budaya tetap harus menjaga fungsi kritis dari Injil terhadap budaya itu, demi mengembangkan atau mentransformasikan budaya tersebut. Kontekstualisasi dan inkulturasi tidak hanya dilakukan kepada budaya mayoritas mendominasi masyarakat, tetapi juga terhadap budaya masyarakat terpinggirkan minoritas. Gereja harus bekerja sedemikian rupa agar Injil dapat menggarami dan menerangi keduanya, agar kelompok marginal tidak merasa risih, minder bahkan malu mengenai budayanya. Serentak dengan itu adalah agar dapat bekerja bersama-sama untuk membebaskan budaya masing-masing dari kekuatan-kekuatan demonis yang menciderai dan menindas manusia. Dengan kata lain, kontekstualisasi itu terdiri dari teks Injil dan konteks budaya di mana, Injil teks harus mempengaruhi, menggarami budaya konteks bukan sebaliknya. Kesimpulan Kebudayaan Nusantara merupakan warisan leluhur yang adiluhung. Hadirnya agama, termasuk kekristenan menjadikan budaya berada pada hal yang dianggap mistis dan berbau paganisme sehingga harus dihindari. Ambiguitas dan disposisi gereja dalam memandang budaya Nusantara menempatkannya berada pada pusaran krisis. Kelestariannya terancam punah. Diperlukan posisi sikap yang jelas dari peran etika teologi dalam pandangan dan tanggung jawabnya terhadap kelestarian budaya Nusantara ke depan. Berdasarkan hal tersebut, maka kesimpulan kajian dan hasil pembahasan tersebut di atas adalah sebagai berikut pertama peran etika teologi dalam memandang budaya Nusantara sebagai mandat kebudayaan dari awal penciptaan. Di mana kebudayaan ada sejak penciptaan manusia, tetapi kebudayaan dan penciptaan tidaklah sama karena penciptaan adalah karya Allah yang bersumber pada Pribadi-Nya, sedangkan kebudayaan adalah hasil karya berpikir manusia yang merupakan hasil ciptaan Allah. Hal ini membuktikan bahwa Alkitab itu melampaui setiap kebudayaan manusia, dalam hal ini termasuk kebudayaan Nusantara. Sehingga Alkitab harus menjadi parameter utama dalam memandang kebudayaan manusia. Alkitab menjadi dasar etika teologi dalam memandang budaya Nusantara. Manusia diciptakan Allah itu serupa dan segambar dengan-Nya, oleh karena seharusnya dalam berkebudayaan adalah bertujuan untuk menjalankan rencana Allah yang sudah ditetapkan-Nya dari semula. Tujuan penciptaan adalah untuk menggambarkan kemuliaan Allah, sehingga yang harus menjadi tujuan kebudayaan manusia adalah untuk menyatakan kemuliaan Allah juga, bukan malah sebagai wujud pelestarian dosa yang melawan wahyu kebenaran Allah. Sehingga sebagai standart moral yang digunakan dalam memandang suatu kebudayaan manusia adalah apakah bertentangan dengan kehendak Allah dalam Alkitab atau tidak. Kedua, peran etika teologi Ibid. 73 dalam tanggung jawab kelestarian budaya Nusantara. Kebudayaan Nusantara diperhadapkan dengan modernitas dan akidah agama. Budaya dianggap usang kuno, jadul, ketinggalan zaman oleh kaum modernisme, sedangkan oleh kaum puritan budaya dianggap bertentangan dengan akidah agama sehingga harus ditinggalkan. Dua pandangan kelompok ini mengancam kelestarian budaya Nusantara ke depan. Sehingga diperlukan pandangan etika teologis sebagai tanggung jawab warga gereja, sebagai warga bangsa dalam melestarikan budaya Nusantara. Pandangan kristen terhadap penerimaan akan kebudayaan sangat beragam. Ada yang menolak, menerima sebagian, menerima seutuhnya. Di mana semua disertai dengan alasan yang melatar belakangi dari setiap pandangan tersebut. Pelestarian budaya Nusantara merupakan tanggung jawab warga bangsa, termasuk dalam hal ini warga gereja tetapi dalam pelaksanaannya juga harus memperhatikan akidah iman kristiani. Di sinilah peran etika teologis untuk dapat melihat dan menempatkan diri pada batasan-batasan yang jelas antara Injil dan Kebudayaan. Dalam tanggung jawabnya melestarikan budaya Nusantara, maka etika teologi berperan terhadap adanya inkulturasi dan kontekstualisasi Injil dan Budaya. Injil harus dapat menerangi kebudayaan, sehingga dalam kontekstualisasi, konteks budaya harus diterangi oleh teks Alkitab. Injil teks lebih tinggi dari budaya konteks, sehingga budaya Nusantara yang netral dan tidak bertentangan dengan Injil harus dapat dilestarikan. Ucapan Terima Kasih Penulis dan tim penulis menyampaikan terima kasih kepada Ketua STT REAL Batam yang memberikan dukungan atas penelitian dan menghasilkan suatu tulisan ini. Rujukan Chambers, John, and Haskarlianus Pasang. Cara Pandang Kristen. Bogor Langham, 2015. De, Kuiper Arie. Missiologia. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2009. Frame, John M. “Kekristenan Dan Kebudayaan Bagian 1.” Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanan 6, no. 1 2005 1–27. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta Rineka Cipta, 2009. Lehman, Paul L. Ethics in a Christian Context. New York Harper & Row Publisher, 1963. Lukito, The Undending Dialogue of Gospel and Culture” Dalam Struging in Hope A Tribute the Rev. Dr. Eka Darmaputra. Edited by Ferdinand Suleeman, Adji Ageng Sutama, and A Rajendra. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2011. Netland, Harold. Encountering Religious Pluralism The Challenge to Christian Faith Mission. Downers Grove IVP Acadamic, 2001. Niebuhr, H. R. Kristus Dan Kebudayaan. Jakarta Petra Jaya, 1995. Sagala, Mangapul. Apakah Benar Adat Batak Bertentangan Dengan Injil? Makalah Seminar Sehari “Adat Batak Dan Injil.” Jakarta Yayasan Gema Kyriasa, 2004. Sarinah. Ilmu Budaya Dasar. Sleman CV Budi Utama, 2019. Sihombing, Lotnatigor. “Tanggung Jawab Gereja Dalam Mewujudnyatakan Karya Kristus Di Sektor Kebudayaan.” Amanat Agung 7, no. 2 2011 257–288. 74 Tanuwidjaja, Sundoro, and Samuel Udau. “Iman Kristen Dan Kebudayaan.” Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia 1, no. 1 2020 1–14. Tari, Ezra. “Bagaimana Kita Bisa Melawan Sinkritisme Di Dalam Misi Kita?” 2012 1–15. Timo, Ebenhaizer Nuban. “Gereja Dan Budaya-Budaya.” Penuntun Jurnal Teologi dan Gereja 14, no. 25 2013 57–70. Tomatala, Yakub. Antropologi; Dasar Pendekatan Pelayanan Lintas Budaya. Jakarta YT Leadership Foundation, 2007. Tumanan, Yohanis Luni. “Ibadah Kontemporer Sebuah Analisis Reflektif Terhadap Lahirnya Budaya Populer Dalam Gereja Masa Kini.” Jurnal Jaffray 13, no. 1 2015 35. Verkuyl, Johannes. Etika Kristen Dan Kebudayaan. 2nd ed. Jakarta Badan Penerbit Kristen, 1996. Zaluchu, Sonny Eli. “Strategi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian Agama.” Evangelikal 4, no. 1 2020 28–38. “Https// BBC. Tolop MarbunRitual manulangi salah satu saran memberikan penghormatan tertinggi kepada orang tua sesuai dengan ajaran leluhur orang Batak. Karena ritual manulangi merupakan ajaran leluhur, ada orang yang merasa bahawa ritual manulangi sudah tidak relavan karena menghormati orang tua bisa berbagai cara. Ada juga memiliki sikap sekatarianisme yang menganggap bahwa semua adat istiadat Batak Toba merupakan dosa dan bertentangan dengan Alkitab. Tujuan dari penelitian ini memberikan nilai-nilai teologis dalam ritual manulangi sehingga orang Batak Toba masa kini bisa tetap mempertahan ritual manulangi dengan nilai-nilai kekristenan. Metode yang digunakan penelitian kualitatif dengan model studi literatur. Data yang diperoleh melalui literatur yang berkaitan dengan judul, kemudian dianalisan untuk menghasilkan kerangka berpikir. Selanjutnya penulis melakukan kajian teologis dari hasil temuan data. Rituali manulangi memenuhi hukum yang utama dan terutama yaitu, kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Kasih kepada Allah melalui ritual menulangi sebagai saran memuliakan Allah dan menghormati orang tua sebagi ketaatan kepada Allah. Kasih kepada sesama manusia melalui ritual manulangi sebagai saran menghormati orang tua, saling memberkati, restorasi hubungan keluarga dan sarana tolong TanuwidjajaSamuel UdauCulture is created by God, as it is the essence of Christian faith, in order to reflects His values and glory. Culture can not be separated from the existence of God relate to its origin, process and ultimate objective. However, culture is never be able separated from humanity's oldest struggle, sin. The existence of sin also takes part in various area in the development of human culture, there for brings those who insult and assume that God is not the highest and must be glorified, even rejecting the existence of God. The teachings of the Christian faith explain the concept of redemption which finally enables the culture to recognize the existence of God as the highest being, and to reveal His glory. This paper expresses various Christian struggles in addressing the existence and development of human culture from the perspective of the Christian faith, and returning it to God's original position and purpose for humans. Kebudayaan berasal dari Allah dijalankan sesuai tata nilai dari Allah dan dan harus kembali kepada Allah, itulah esensi iman Kristen. Budaya tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Allah, baik asal mulanya, prosesnya hingga kepada tujuan akhirnya. Walau demikian, kebudayaan tidak terlepas dari pergumulan tertua manusia, yaitu dosa. Keberadaan dosa juga mengambil andil dalam perkembangan kebudayaan manusia ke berbagai bidang, sehingga ada yang melecehkan dan mengganggap bahwa Allah bukanlah yang tertinggi dan harus dimuliakan, bahkan menolak keberadaan Allah. Ajaran iman Kristen memaparkan konsep penebusa yang akhirnya memampukan kebudayaan itu mengakui keberadaan Allah sebagai Pribadi yang tertinggi, dan menyatakan kemuliaan-Nya. Tulisan ini mengungkapkan berbagai pergumulan orang Kristen dalam menyikapi keberadaan maupun perkembangan kebudayaan manusia dari sudut pandang iman Kristen, dan mengembalikannya pada posisi maupun tujuan awal Allah bagi JohnTopik yang akan kita bahas adalah “Kekristenan dan Kebudayaan.” Topik ini akan dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama akan membahas “Apakah Kebudayaan itu?,” kemudian “Kristus dan Kebudayaan,” yang membahas tentang relasi Kristus dengan semua kebudayaan di dunia. Pada bagian ketiga, “Kristus dan Kebudayaan kita,” saya akan lebih mengkhususkan pada apa yang kita pelajari di kebudayaan Barat di mana manusia hidup. Bagian keempat adalah “Orang Kristen di dalam Kebudayaan Kita,” yaitu pembahasan yang berkaitan dengan manusia bagaimana seharusnya menanggapi kebudayaan di sekeliling kita? Bagaimana orang Kristen seharusnya berinteraksi dengan kebudayaan masa kini apakah kita harus lari darinya, memeranginya, membuat alternatif, atau apa? Bagian terakhir, “Kebudayaan di dalam Gereja,” membahas apa yang dapat diperbuat oleh gereja dengan kebudayaan di dalam pelayanannya dalam penginjilan, penggembalaan pada orang percaya, dan Religious Pluralism The Challenge to Christian Faith Mission. Downers Grove IVP AcadamicHarold NetlandApakah Benar Adat Batak Bertentangan Dengan Injil? Makalah Seminar SehariMangapul SagalaTanggung Jawab Gereja Dalam Mewujudnyatakan Karya Kristus Di Sektor KebudayaanLotnatigor SihombingEthics in a Christian ContextPaul L LehmanEtika Kristen Dan KebudayaanJohannes VerkuylJakarta BPK Gunung MuliaKuiper Arie DeMissiologia
disediakansebuah kamar yang terbaik di rumah (misalnya, Indonesia). Pada budaya lain, adalah lumrah jika orang tua ditempatkan di panti jompo (misalnya, Amerika Serikat). Budaya mempengaruhi sikap terhadap perbedaan jenis kelamin, peran dan tanggung jawab berdasarkan jenis kelamin, pernikahan, hubungan sosial, dan pekerjaan.
Budaya yang Sinkron dengan Agama KristenContoh Budaya yang Sesuai dengan Iman Agama Kristen1. Pandangan Hidup2. Pola Hidup3. Antiokhia4. Korintus5. Athena6. EfensusBudaya yang Sinkron dengan Agama – Contoh kebudayaan yang sesuai dengan iman Kristen. Umat Kristen di Indonesia hidup berdampingan dengan kebudayaan nenek moyang yang masih kental sampai saat kebudayaan ini jauh ada sebelum Kristen masuk ke Tanah Air, mau tidak mau ajaran Kristen harus menyesuaikan budaya yang ada di Indonesia. Namun jika tak sesuai, tidak ada banyak kebudayaan yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan iman Kristen. Meski ada juga yang sesuai dengan iman Kristen dan dengan adanya ketidaksesuaian budaya tersebut, umat Kristen mungkin berpikir boleh atau tidak menjalankannya? Daripada itu, di kesempatan ini kami ingin memberikan ulasan tentang beberapa contoh budaya yang sesuai dengan iman agama Budaya yang Sesuai dengan Iman Agama KristenBerikut beberapa kebudayaan dan kebiasaan yang sesuai dengan iman agama Pandangan HidupBudaya yang sesuai dengan iman Kristen adalah pandangan hidup, yakni melihat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam agamanya pasti akan berpengaruh pada pandangan hidupnya. Sikap, tujuan, dan sistem nilai yang terjadi pda kehidupan seseorang akan dipengaruhi oleh pandangan hidupnya. Kenyataan ini yang menjadi tantangan yang cukup memberatkan untuk memberitakan karena tidak mungkin manusia meninggalkan pandangan iidupnya yang sudah menjadi landasan pemikirannya. Kedatangan Injil kemudian akan dianggap ancaman serius dalam yang terjadi ini hanya dapat ditebus oleh kuasa Roh Kudus yang hanya sanggup memulihkan pandangan hidup yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan iman yang dianugerahkan kepada Allah dalam Yesus Kristus dan menjadi tujuan hidup orang kristen. Apabila tidak diterapkan dalam kondisir seperti ini akan terlihat bahwa manusia akan selalu ada kecendrungan untuk Pola Hidupmenjadi hal yang dipengaruhi oleh kebudayaan, ini akan dilakukan secara turun-temurun sehingga menjadi adat istiadat. Umumnya adat-istiadat ii dijiwai dan berhubungan erat dengan agama yang dianut. Pola hidup juga menjadi hambatan untuk melakukan pelayanan memang Injil dianggap sebagai ancaman yang dapat merubah pola hidup yang telah dimiliki oleh manusia selama hidupnya. Dengan adanya kecendurngan untuk memadukan adanya adat dan Injil seharusnya dapat diperhatikan dalam setiap pelayanan teruntuk mereka-mereka yang baru saja bertobat mengajarkan tentang manfaat berdoa bagi orang dapat menjadi upaya untuk memisahkan manusia dari sesamanya dan manusia dari Allahnya maka dengan ini sebaliknya adalah Injil yang akan mempersatukan kembali umatnya dngan Allah dan sesamanya Ef 213-18 .Seperti yang diketahui bahwa Injil bukanlah salah satu hasil dari kebudayaan. Injil akan memulihkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, maka dari itu Injil harus inkernasi dalam keadaan manusia. Hal ini juga ditunjukan pada bentuk-bentuk sejarah yang berupa tempat, yaitu3. AntiokhiaAntiokhia merupakan kota yang menjadi pusat perdagangan yang berisi dnegan hiasan dan bangunan yang megah yang merupakan prestasi manusia modern dengan adanya kuil-kuil untuk pemujaan titik inilah untuk pertama kalinya pengikut Kristus dapat disebut dengan sebutan orang Kristen, karena diantara jiwa penduduk di kota tersebut yang didiami oleh umat kafir, sekelompok kecil umat Kristiani menunjukan identitasnya sebagai manusia yang telah diperbaharui oleh Kristus Kis 1126.4. KorintusKorintus merupakan sebuah kota yang menjadi pusat kegiatan perdagangan dan sekaligus kota yang menjadi pusat pemuasan hawa nafsu. Dengan adanya Injil, lebih banyak orang percaya dan mengkuduskan kehidupannya dalam Kristus Yesus. Pada kenyataannya kebudayaan orang Korintus ini memang menjadi salah satu faktor yang menghambat terjadinya pertumbuhan iman AthenaAthena merupakan tempat yang tidak asing untuk diketahui, Athena merupakan kota dan pusat untuk kaum terpelajar yang memiliki penuh dengan berhala. Pada suatu saat Injil diberitakan untuk mendapat tantangan dari kaum intelektualnya. Tetapi pada faktanya yang terjadi adalah Injil malah melampaui akal budi manusia yang dapat dibuktikan dengan lahirnya jemaat di Athena6. EfensusEfensus juga merupakan kota yang terkenal dengan segala pemujaan kepada Dewi Atemis sehingga kehadiran Injil pada Efensus merupakan suatu ancaman yang besar bagi perkembangan kebudayaan yang dapat dirasakan oleh agama mereka. Kis 19, 25, 27.Namun berlawanan dengan Athena, Efensus lebih menolak Injil dengan kekerasan tetapi tanpa diduga hasil dari penginjilan di efensus lebih besar daripada penginjilan yang terjadi di KataDemikian pembahasan mengenai budaya yang sesuai dengan iman kristen. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan baru bagi kita umat Kristen mengenai contoh kebudayaan yang sesuai dengan iman Gereja Kharismatik dan ProtestanMakna Pengakuan Iman Rasuli dalam KristenContoh Doa Syafaat Kristen yang Singkat Adadua sikap yang ekstrim terhadap Budaya yaitu Resistensi dan Penerimaan. Resistensi adalah sikap yang sama sekali menolak budaya. Semua patung, pakaian adat, ulos, artefak kuno, adat beserta simbol-simbolnya tidak boleh ada di Gereja maupun di rumah orang Kristen.
100% found this document useful 2 votes2K views12 pagesDescriptionetika kristen terhadap kebudayaanOriginal Titleetika kristen terhadap kebudayaanCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 2 votes2K views12 pagesEtika Kristen Terhadap KebudayaanOriginal Titleetika kristen terhadap kebudayaanJump to Page You are on page 1of 12 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 11 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Dilansirdari Encyclopedia Britannica, contoh sikap terhadap keberagaman budaya di lingkungan sekitar adalah menghormati. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Nilai yang terdapat dalam gambar tari tersebut? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Studi tentang Kekristenan dunia dimulai dengan premis dasar bahwa Kekristenan adalah, dan sejak awal telah menjadi, agama lintas budaya dan beragam tanpa ekspresi dominan tunggal. Sepanjang sejarah, semua orang Kristen telah hidup dalam konteks budaya tertentu, yang mereka miliki, dalam derajat yang berbeda-beda, dipeluk dan ditolak. Terlepas dari sikap positif atau negatif terhadap budaya sekitarnya, semua orang Kristen harus menanggapi konteks sekitarnya. Dalam umat Kristiani dengan banyak dan beragam tanggapan itulah Kekristenan memperoleh tekstur multi-budaya dan polivokal yang unik sebagai agama dunia. Orang-orang Kristen yang memeluk budaya sekitarnya menggunakan bahasa, musik, bentuk seni, dan ritual asli sebagai sumber daya yang kuat untuk tujuan mereka sendiri. Umat ​​Kristen memiliki sejarah mengambil apa yang bukan Kristen, dan kemudian mengisinya dengan makna Kristen. Ada contoh klasiknya Umat Kristen mewarisi jubah Romawi dan pohon Natal Jerman. Namun bahkan pada tingkat yang lebih dasar, orang Kristen meminjam bahasa pra-Kristen dan menggunakannya untuk tujuan Kristen. Yesus tidak berbicara bahasa Yunani, Latin, atau Inggris, namun masing-masing bahasa tersebut telah digunakan untuk menceritakan kisahnya dan mengajarkan pesannya. Ketika agama Kristen terus menemukan rumah dalam pengaturan budaya baru, orang Kristen terus meminjam bahasa dan budaya baru untuk menceritakan kisah Yesus. Bagi orang-orang Kristen yang mengambil pendekatan yang lebih berhati-hati terhadap budaya sekitarnya, pesan mereka akan menjadi salah satu peringatan. Namun demikian, reaksi terhadap budaya bisa sama kuatnya dengan pembentukan identitas seperti halnya budaya penerima. Jadi, orang Kristen sepanjang waktu menentang alkohol, poligami, perceraian, aborsi, dan banyak sekali masalah lainnya. Secara alami, fakta bahwa Kekristenan adalah polivokal dan multikultural mengarah pada banyak jawaban berbeda vis-à-vis budaya. Beberapa orang Kristen mungkin menolak praktik tertentu sementara yang lain dengan senang hati menerimanya. Perdebatan tentang etika dan praktik bersifat intrinsik dalam sifat multikultural agama Kristen. Oleh karena itu, para Yesuit tidak melihat ada salahnya orang-orang Cina yang pindah agama menghormati leluhur mereka, sementara para Domincan dan Fransiskan menyebutnya penyembahan berhala. Para misionaris Barat di Afrika lebih sering daripada tidak secara tegas menentang poligami, sementara para pemimpin Gereja adat kadang-kadang lebih bersedia untuk menerima kemungkinan itu. Di dunia saat ini, pertanyaan tentang gender dan seksualitas memicu perdebatan di antara orang Kristen lintas budaya. Namun ini tidak berarti bahwa Kekristenan tidak memiliki inti dan sepenuhnya ditentukan oleh budaya sekitarnya. Sebaliknya, di pusat Kekristenan Dunia adalah sebuah cerita. Ini adalah kisah tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, seperti yang diceritakan melalui lensa Yesus Kristus. Teladan, pengaruh, dan realitas Yesus telah memberikan titik temu bagi semua tradisi Kristen. Generasi Kristen di seluruh dunia telah diliputi oleh pertanyaan, “siapakah Yesus?” Dan juga “apa arti hidupnya bagi kita?” Umat ​​Kristen lintas budaya juga berbagi berbagai ritual — baptisan, Perjamuan Tuhan, berkumpul untuk beribadah, dan membaca serta merenungkan kitab suci. Kunjungi Blog Sponspor Kami Jadi, studi tentang Kekristenan dunia mempertanyakan apa yang membuat orang Kristen unik sebagai kelompok individu dan koheren secara keseluruhan. Ini berusaha untuk memahami penyebab perpecahan dan konflik baik di dalam komunitas Kristen dan juga dengan dunia yang lebih luas. Ketika orang Kristen menjadi semakin sadar akan perbedaan budaya mereka, studi tentang Kekristenan Dunia akan menyediakan alat untuk menavigasi keanekaragaman. Ini juga, mudah-mudahan, akan memberikan ruang dan platform untuk mendiskusikan perbedaan kita dan menemukan kesamaan.

SbFZCTR.
  • os1v53k865.pages.dev/331
  • os1v53k865.pages.dev/338
  • os1v53k865.pages.dev/36
  • os1v53k865.pages.dev/45
  • os1v53k865.pages.dev/332
  • os1v53k865.pages.dev/72
  • os1v53k865.pages.dev/123
  • os1v53k865.pages.dev/300
  • os1v53k865.pages.dev/64
  • sikap kristen terhadap kebudayaan yang tepat adalah